Sabtu, 10 November 2012

Asal Usul Sungai Gajah Wong


Nama kali Gajah Wong konon terjadi  karena  suatu peristiwa banjir tiba-tiba yang sangat dahsyat  di zaman kerajaan Mataram yang diperintah oleh Raja Sultan Agung. Pada abad ketujuhbelas, kali ini merupakan kali yang kecil. Masyarakat di situ menyebutnya sebuah kalen, yang artinya kali kecil. Dan kebetulan airnyapun hanya gemercik mengalir sedikit sekali.
Pada suatu hari Sultan memanggil seorang Pawang Gajah.
“Pawang, cobalah kau mandikan gajah itu hingga bersih”.
“Oh…. hamba akan kerjakan kehendak Gusti Sultan,” jawab Pawang.
“Di kali sana, yang airnya bening sekali,” sabda Sultan lagi.
“Demi Sultan, akan segera kukerjakan perintah ini”.
Tetapi mana mungkin, kali ini sangat sedikit airnya. Tak dapat untuk memandikan gajah yang besar itu. Pawang termenung sejenak sebelum turun ke kali kecil itu. Tetapi apalah daya, tak mungkin Pawang ini menolak kehendak Gusti Sultan. Dan dia segera turun ke kali bersama gajahnya. Air kali itu hanya dapat membasahi kuku gajah dan tumit Pawang. Dengan segala cara Pawang tak berhasil memandikan gajahnya, karena air yang gemercik tak cukup untuk mengguyur seluruh tubuh gajah. Pawang mulai panik. Mulai risau. Takut akan mendapat amarah dari Sultan. Dia segera memutuskan untuk pulang, untuk menghadap Gusti Sultan. Dia berharap, kiranya Gusti Sultan tak akan marah.
“Ampun beribu ampun Gusti Sultan, hamba telah bardosa tidak dapat menunaikan perintah Gusti Sultan. Hukumlah hamba ini atas kesalahan hamba. Hamba tak dapat memandikan gajah dengan bersih. Karena air kali cuma sedikit sekali. Dan rasanya tidak mungkin hamba dapat memandikannya,” hatur Pawang dengan gemetar.
“Tidak, aku tidak akan menghukummu Pawang, sebelum kau mencoba dengan sebaik-baiknya. Cobalah sekali lagi kau bawa ke kali, gajah yang kau mandikan tadi. Kalau dengan sabar, aku yakin, pasti kau akan dapat melakukannya dengan baik. Pergilah sekarang juga.”
Tanpa membantah Pawang segera pergi ke kali dengan gajahnya. Melihat air kali yang semakin sedikit itu, Pawang semakin gelisah. Kemudian dia bersama gajahnya menuruni kali.
Dia memutar otaknya, bagaimana cara yang paling baik agar gajah dapat dimandikan.
“O, sungai membuatku celaka ! Airnya tak cukup untuk mengguyurku. Apalagi untuk memandikan gajah,” katanya sendirian sambil mengusap tubuh gajah dengan air itu.
“Hentikan saja airmu ini wahai kali, daripada engkau membuatku celaka. Keringlah kau air, daripada menambah sedihku. Habislah kau air !” kata Pawang dengan geram.
Tiba-tiba saja air kali kecil itu mendadak banjir. Banjir besar sampai melanda daerah sekeliling kali itu. Pawang tidak dapat menguasai diri. Air kali itu menghanyutkan Pawang dan gajahnya.
Pada akhirnya Gusti Sultanpun mendengar berita tentang Banjir itu. Gusti Sultan sangat terkejut mendengarnya. Sebagai pengingat kejadian tersebut Sultan berucap “Kuberi nama aliran kali ini dengan nama Kali Gajah Wong, karena telah menghanyutkan orang (wong) dan gajah”.
Sampai kinipun di desa Wonokromo Kecamatan Pleret masih terdapat bukit kecil, yang letaknya di pinggir kali Gajah Wong, yang dimitoskan warga, bahwa bukit itu adalah makam seorang Pawang dan gajahnya. *** (Kakak Koko)

Sungai Gajah Wong Desa Pleret


Yogyakarta mempunyai tiga sungai besar sebagai Jantung Kota diantaranya Sungai Gajah Wong, Sungai Winongo dan Sungai Code . Sungai Gajah Wong adalah sebagian kecil dari beberapa sungai yang terdapat di Yogyakarta. Sungai Gajah Wong merupakan salah satu sub DAS dari DAS Opak (Sumber : Dinas SDA Kabupaten Bantul 2010). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa  Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma padaa 23 September 2012 lalu, salah satu aliran Sungai Gajah Wong berada di Desa Pleret Jalan Imogiri Timur. Pada kegiatan penelitian ini, para mahasiswa melakukan kegiatan praktikum dan pengujian kualitas air Sungai Gajah Wong.

Dari penelitian tersebut di dapatkan beberapa data mengenai Sungai Gajah Wong. Secara umum, pH air rata-rata yaitu 8 menunjukkan bahwa air bersifat basa, serta arus air cenderung lambat. Melalui uji alkalinitas, diperoleh data yaitu 150 mg/l, sehingga termasuk dalam kategori perairan keras. Uji kesadahan menunjukkan data 180 mg/l, sehingga termasuk air sadah (hard). Kadar besi rata-rata yaitu 1 mg/l, artinya dalam 1 l air mengandung 1 mg Fe. Kualitas air Sungai Gajah Wong tersebut cukup baik bagi kehidupan makhluk hidup khususnya hewan- hewan dan serangga. Hal ini terlihat dari banyak dan beragamnya jumlah dan jenis makhluk hidup yang ada, seperti tumbuhan di pinggiran sungai, rumput dan semak-semak, serangga, siput, serta ikan kecil. Keadaan tanah di sana cukup subur, hal ini dapat dilihat dari pH 7,5 dan kelembaban 6. Tanah ini sesuai untuk pertumbuhan berbagai jenis tumbuhan disekitar sungai seperti bambu, pohon kelapa, nangka, rumput- rumputan dan jenis tanaman lain. Hewan yang ada didominasi oleh serangga, seperti capung, kupu-kupu, belalang dan laba-laba.

Namun, sungai cukup tercemar dengan banyaknya sampah berupa daun – daun kering  dan sampah - sampah di sekitarnya, sehingga menimbulkan bau yang tidak enak. Warga di sekitar sungai memanfaatkan sungai untuk keperluan MCK, penambangan pasir, maupun kegiatan lainnya. Aktivitas ini memungkinkan adanya pencemaran sungai, misalnya sisa cucian, pembuangan limbah rumah tangga, dan pembuangan sampah sembarangan oleh orang-orang yang melintasi sungai. Apabila hal ini terus terjadi, maka dapat diperkirakan bahwa dalam jangka waktu ke depan Sungai Gajah Wong akan mengalami pencemaran yang tinggi. Sungai akan semakin keruh, kotor, bau tidak sedap , serta tumbuhan dan hewan akan berkurang (kerusakan ekosistem). Selain itu, adanya aktivitas penambangan pasir akan membuat sungai semakin dalam. 

 

 

 

 

 

Sumber data dan foto : Ekspedisi Pendidikan Biologi USD 2012