Nama kali Gajah Wong konon terjadi karena suatu peristiwa banjir tiba-tiba yang sangat
dahsyat di zaman kerajaan Mataram yang
diperintah oleh Raja Sultan Agung. Pada abad ketujuhbelas, kali ini
merupakan kali yang kecil. Masyarakat di situ menyebutnya sebuah kalen, yang
artinya kali kecil. Dan kebetulan airnyapun hanya gemercik mengalir sedikit
sekali.
Pada suatu hari Sultan memanggil
seorang Pawang Gajah.
“Pawang, cobalah kau mandikan gajah
itu hingga bersih”.
“Oh…. hamba akan kerjakan kehendak
Gusti Sultan,” jawab Pawang.
“Di kali sana, yang airnya bening
sekali,” sabda Sultan lagi.
“Demi Sultan, akan segera kukerjakan
perintah ini”.
Tetapi mana mungkin, kali ini sangat
sedikit airnya. Tak dapat untuk memandikan gajah yang besar itu. Pawang
termenung sejenak sebelum turun ke kali kecil itu. Tetapi apalah daya, tak
mungkin Pawang ini menolak kehendak Gusti Sultan. Dan dia segera turun ke kali
bersama gajahnya. Air kali itu hanya dapat membasahi kuku gajah dan tumit
Pawang. Dengan segala cara Pawang tak berhasil memandikan gajahnya, karena air
yang gemercik tak cukup untuk mengguyur seluruh tubuh gajah. Pawang mulai
panik. Mulai risau. Takut akan mendapat amarah dari Sultan. Dia segera
memutuskan untuk pulang, untuk menghadap Gusti Sultan. Dia berharap, kiranya
Gusti Sultan tak akan marah.
“Ampun beribu ampun Gusti Sultan,
hamba telah bardosa tidak dapat menunaikan perintah Gusti Sultan. Hukumlah
hamba ini atas kesalahan hamba. Hamba tak dapat memandikan gajah dengan bersih.
Karena air kali cuma sedikit sekali. Dan rasanya tidak mungkin hamba dapat
memandikannya,” hatur Pawang dengan gemetar.

Tanpa membantah Pawang segera pergi
ke kali dengan gajahnya. Melihat air kali yang semakin sedikit itu, Pawang
semakin gelisah. Kemudian dia bersama gajahnya menuruni kali.
Dia memutar otaknya, bagaimana cara
yang paling baik agar gajah dapat dimandikan.
“O, sungai membuatku celaka ! Airnya
tak cukup untuk mengguyurku. Apalagi untuk memandikan gajah,” katanya sendirian
sambil mengusap tubuh gajah dengan air itu.
“Hentikan saja airmu ini wahai kali,
daripada engkau membuatku celaka. Keringlah kau air, daripada menambah sedihku.
Habislah kau air !” kata Pawang dengan geram.
Tiba-tiba saja air kali kecil itu
mendadak banjir. Banjir besar sampai melanda daerah sekeliling kali itu. Pawang
tidak dapat menguasai diri. Air kali itu menghanyutkan Pawang dan gajahnya.
Pada akhirnya Gusti Sultanpun
mendengar berita tentang Banjir itu. Gusti Sultan sangat terkejut mendengarnya. Sebagai pengingat kejadian tersebut Sultan berucap “Kuberi nama aliran
kali ini dengan nama Kali Gajah Wong, karena telah menghanyutkan orang
(wong) dan gajah”.
Sampai kinipun di desa Wonokromo
Kecamatan Pleret masih terdapat bukit kecil, yang letaknya di pinggir kali
Gajah Wong, yang dimitoskan warga, bahwa bukit itu adalah makam seorang Pawang
dan gajahnya. *** (Kakak Koko)